Secara historis, kemunculan kelompok radikal di kalangan umat Islam Indonesia bukanlah hal yang baru. Karena pada awal abad ke-20, dalam peningkatan semangat dan ekonomi kian parah di kalangan pribumi, radikalisme muslim diambil alih oleh kelompok Sarekat Islam (SI). Gerakan radikalisme di Indonesia tidak seperti yang terjadi di Timur tengah yang sangat menekankan agenda-agenda politik. Gerakan radikal Islam di Indonesia baru sebatas pada tuntutan dipenuhinya aspirasi Islam, seperti pemberlakuan syariat Islam atau piagam Jakarta.

Pada era demokratisasi dan masa-masa kebebasan, beberapa kelompok radikal ini untuk muncul lebih nyata, lebih militan dan lebih vokal, ditambah lagi dengan liputan media, khususnya media elektronik, sehingga pada akhirnya gerakan ini lebih tampak. Setelah DI, muncul Komando Jihad (Komji) pada 1976 kemudian meledakkan tempat ibadah. Pada 1977, Front Pembebasan Muslim Indonesia melakukan hal sama. Dan tindakan teror oleh Pola Perjuangan Revolusioner Islam, 1978. Tidak lama kemudian, setelah pasca reformasi muncul lagi gerakan yang beraroma radikal yang dipimpin oleh Azhari & Nurdin M. Top dan gerakan-gerakan radikal lainnya yang bertebar di beberapa wilayah Indonesia, seperti Poso, Ambon dan yang lainnya. Semangat radikalisme tentu tidak luput dari persoalan politik. Persoalan politik memang seringkali menimbulkan gejala-gejala tindakan yang radikal sehingga berakibat pada kenyamanan umat beragama yang ada di Indonesia dari berbagai ragamnya. Dalam konstelasi politik Indonesia, masalah radikalisme Islam makin besar karena pendukungnya juga semakin meningkat. Akan tetapi gerakan-gerakan ini lambat laun berbeda tujuan, serta tidak mempunyai pola yang seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan implementasi syari’at Islam tanpa keharusan mendirikan “negara Islam”, namun ada pula yang memperjuangkan berdirinya negara Islam Indonesia, di samping yang memperjuangkan berdirinya “kekhalifahan Islam’, pola organisasinya pun beragam, mulai dari gerakan moral ideologi seperti Majelis Mujahidin Indonesia dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sampai kepada gaya militer seperti Laskar Jihad, dan FPI.

Aksi terorisme di Indonesia saat ini memang tengah menurun sejak awal tahun 2000-an. Namun akar terorisme, yaitu radikalisme agama, tetap tumbuh subur dan mendapatkan posisi di sebagian masyarakat. Selain radikalisme agama, aksi teror juga masih berisiko muncul akibat gesekan-gesekan lainnya, seperti anti persatuan, separatisme, dan lain-lain. Oleh karena imunitas harus senantiasa mengingat bahwa kita hidup di Indonesia, negeri yang terdiri dari keberagaman. Jika kita tidak bersikap tenggang rasa dan berpikiran terbuka, maka akar-akar radikalisme pun dapat leluasa masuk memengaruhi kita. Pemerintah juga perlu untuk menjadi lokomotif dalam pembangunan persatuan dan kesejahteraan bangsa guna menghindarkan negeri ini dari ancaman radikalisme yang memanfaatkan celah-celah ketidakadilan. Sementara peneliti LIPI Anas Saidi mengatakan bahwa paham radikalisme ini terjadi karena proses Islamisasi yang dilakukan di kalangan anak muda ini berlangsung secara tertutup, dan cenderung tidak terbuka pada pandangan Islam lainnya, apalagi yang berbeda keyakinannya. Dia menegaskan jika pemahaman ini dibiarkan bisa menyebabkan disintegrasi bangsa karena mereka menganggap ideologi pancasila tidak lagi penting.

Tahun 2011, Hasil Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) dengan responden guru PAI dan siswa SMP Se Jabodetabek menunjukkan potensi radikal yang kuat di kalangan guru dan pelajar dengan indikasi resistensi yang lemah terhadap kekerasan atas nama agama, intoleransi, sikap eksklusif serta keraguan terhadap ideologi Pancasila.

Membendung Berkembangnya Paham Radikalisme dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

  • Meningkatkan Pemahaman Keagamaan. Radikalisme disebabkan oleh minimnya pemahaman agama. Belajar agama secara dangkal dapat memicu mereka melakukan kekerasan, bahkan atas nama agama. Tindakan terorisme belakangan ini dilakukan dengan cara bunuh diri, misalnya bom bunuh diri, sebab Islam justru melarang tindakan bunuh diri, sehingga tindakan terorisme dalam bentuk apapun sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
  • Membentuk Komunitas-komunitas Damai di Lingkungan Sekitar. Pemuda bisa menjadi pionir dalam pembentukan komunitas cinta damai di lingkungannya. Komunitas-komunitas tersebut lah yang melakukan sosialisasi ke masyarakat maupun ke sekolah-sekolah akan bahaya paham radikalisme.
  • Menyebar Virus damai Didunia Maya. Hasil penelitian terbaru mencatat pengguna internet di Indonesia yang berasal dari kalangan anak-anak dan remaja diprediksi mencapai 30 juta. Mereka ini menggunakan internet hanya untuk mencari informasi, untuk terhubung dengan teman (lama dan baru) dan untuk hiburan. Hal inilah yang menjadi celah bagi para penyebar paham radikalisme untuk menyebarkan pahamnya di dunia maya. Oleh karena itu, dibutuhkan aksi dari pemuda sebagai pengguna internet terbanyak di Indonesia untuk menangkal informasi-informasi yang menyesatkan dengan mengunggah konten damai di social media seperti tulisan, komik, dan meme.
  • Menjaga Persatuan dan Kesatuan. Generasi muda adalah Warga Negara yang menjadi unsur penting dalam suatu Negara. Menunjukkan sikap bela Negara para Generasi Muda saat ini dapat dilakukan dengan menampilkan perilaku-perilaku positif yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 dengan menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa yang bertujuan untuk melawan segala macam paham kebencian dan kekerasan yang ingin merusak keutuhan NKRI.
  • Meminimalisir Kesenjangan Sosial. Kesenjangan sosial yang terjadi juga dapat memicu munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Caranya ialah pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi perantaranya dengan rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara langsung kepada rakyat. Begitu pula dengan rakyat, mereka seharusnya juga selalu memberikan dukungan dan kepercayaan kepada pihak pemerintah bahwa pemerintah akan mampu menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pengayom rakyat dan pemegang kendali pemerintahan Negara.

One thought on “Membendung Berkembangnya Radikalisme di Indonesia”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *