1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 periode 1945-1949
Masa awal proklamasi dianggap sebagai masa peralihan sehingga pada masa ini, kekuasaan presiden sangat luas. Selain menjalankan kekuasaan eksekutif, presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR.
Di samping presiden, hanya ada wakil presiden dan KNIP sebagai pembantu presiden.
Pergantian sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer menjadikan para menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada parlemen/DPR.
2. Penyimpangan terhadap UUD R/5 1949
Bentuk negara serikat bertentangan dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penggantian UUD 1945 menjadi UUD RIS.
Pemerintahan parlementer tidak sesuai dengan semangat UUD 1945.
3. Penyimpangan terhadap UUDS 1950
Dengan ditetapkannya demokrasi liberal, ditafsirkan sebagai kebebasan mutlak bagi setiap individu dan partai politik sehingga timbulnya persaingan tidak sehat yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Terjadi instabilitas nasional akibat dari sering berganti-gantinya kabinet, sehingga program-program yang telah disusun sebelumnya tidak berjalan.
4. Penyimpangan terhadap UUD 1945 periode 1959-1965 (Orde Lama)
Presiden membubarkan DPR karena tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan pemerintah.
Penetapan pidato presiden yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita/Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) menjadi GBHN yang bersifat tetap oleh MPRS.
Pengangkatan presiden seumur hidup melalui Tap MPR No.11I/MPRS/1963.
Pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara diangkat sebagai menteri negara.
Kekuasaan presiden melebihi wewenang yang ditetapkan dalam UUD 1945.
Tidak berjalannya hak bujet DPR karena pemerintah tidak mengajukan rancangan undang-undang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
5. Penyimpangan terhadap UUD 1945 periode 1965 sampai munculnya Cerakan Reformasi 1998
Sistem demokrasi yang dijalankan bersifat feodalisme.
Kebebasan berbicara terutama yang berkaitan dengan arah kebijakan pemerintah dibungkam.
Ekonomi kerakyatan berubah menjadi ekonomi kapitalisme, monopoli oleh negara berubah menjadi monopoli oleh keluarga.
Supremasi hukum tidak berjalan, supremasi hukum berubah menjadi supremasi kekuasan presiden.
Lembaga legislatif tidak mewakili rakyat bahkan tidak inspiratif karena hasil rekayasa politik.
Bermunculannya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).